Minggu, 21 April 2013

tugas ke 3

Indonesia Jadi Pusat Pengembangan Vaksin
Indonesia diharapkan dapat menjadi pusat peneliti dan pengembangan vaksin. Selain itu, Indonesia juga dapat berperan sebagai mitra untuk untuk penelitian vaksin baru bagi Negara berkembang.
Hal itu dikatakan Corporate Secretary PT Bio Farma (Persero), M. Rahman Roestan di kantornya di Jln Pasteur Bandung, Kamis(11/10), di sela sela persiapan PT Bio Farma sebagai tuan rumah pertemuan tahunan ke-13 Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DVCMN).
Kami berharap dengan terselenggaraannya acara DCVMN ke-13, Indonesia bias menjadi mitra untuk Negara-negara berkembang dan Negara islam. Terutama dalam penelitian dan pengembangan vaksin baru.  Pertemuan ini akan dihadiri oleh lebih dari 37 produsen vaksin dari 14 negara berkembang di dunia, kata Rahman.
Seluruh produsen vaksin yang berkembang dalam DCVMN memiliki tujuan utama untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas vaksin yang diproduksi Negara berkembang. Dengan cara tersebut diharapkan pencapaian  masyarakat yang sehat di Negara berkembang dapat tercapai.
Tujuan dari pertemuan tersebut untuk memerangi penyebaran penyakit infeksi yang masih berwabah  di beberapa Negara berkembang. Penanggulangan penyebaran dilakukan dengan peningkatan  kapasitas dan kualitas vaksin, ujarnya.
Selain itu, untuk meningkatkan  penelitian dan pengembangan vaksin berkualitas tinggi secara efektif dalam jangka penjang.  Dengan begitu bias memenuhi target dari program imunisasi nasional bagi Negara berkembang.
Hingga saat ini, vaksin yang beredar di dunia merupakan hasil produksi beberapa Negara maju dengan harga mahal. Kondisi ini sulit untuk di jangkau Negara-negara berkembang, tuturnya.
Negara berkembang yang tergabung dalam DCVMN berkomitmen  memiliki kemandirian dalam menghasilkan vaksin buatan Negara  mereka sendiri dengan harga terjangkau bagi Negara berkembang lainnya. Cara ini diharapkan bias melepaskan dari ketergantungan diri Negara- egara maju.
Sejarah Dan Perkembangan Vaksin
Posted By Admin
Wednesday, 19/10/12:05 AM
Vaksin menerobos dunia modern pertama kali pada tahun http://warkopmbahlalar.com/wp-content/uploads/2011/10/Vaksin.jpg1796, ketika Edward Jenner, seorang dokter dari Inggris, meneliti seorang pekerja harian yang terkena penyakit cacar, dengan diimunisasi dengan cacar sapi ringan. Dia mengambil beberapa cairan dari luka penderita cacar sapi dan menggoreskan di permukaan lengan anak berusia 8 tahun. Empat pulah delapan (48) hari kemudian Jenner memberi nama “vaksin” (bahasa latin dari Sapi). Sejak saat itu vaksin mengalami perkembangan baik dari cara menentukan epitop imunodominan, strategi perbanyakan protein maupun cara aplikasinya.
Selanjutnya tahun 1886 Salmon dan Smith di Amerika Serikat telah memperkenalkan macam vaksin inaktif dengan menggunakan bakteri vibrio cholera yang dimatikan dengan pemanasan.
Terobosan baru lainnya datang pada akhir abad 19, ketika Louis Pasteur seorang ahli kimia dari Perancis, mengembangkan tehnik kimia untuk mengisolasi virus dan melemahkannya, yang efeknya dapat dipakai sebagai vaksin. Sebelum vaksinasi memancing kontroversi. Pasteur pertama kali mencatat, memasukkan vaksin rabies ke tubuh manusia yang mendapat protes keras oleh ahli jiwa dan masyarakat. Dan Jka Pemikiran Salafi  di terapkan dengan Konskuen, masalah ini juga harus di anggap Bid’ah, sebab Rosulullah telah mencontohkan Pengobatan, bukankah Ketika Sunnah di Matikan maka Akan tumbuh sebuah Bid’ah? dan seperti yang sudah terkenal, mereka ini punya konsep Memahami Hadits Tentang Bid’ah sendiri?
Upaya untuk menggalakkan imunisasi di Inggris yang menurun pada abad tersebut merupakan kenyataan pahit akibat dari penentangan/protes terhadap imunisasi. Meskipun Inggris menghadapi resiko serius terhadap penyakit Tipus yang mewabah di medan perang Boer (Afrika Selatan).
Pada perubahan jaman ini, peneliti lainnya telah mengembangkan vaksin yang tidak aktif untuk melawan Tipus, wabah Rabies dan Kolera. Pada pertengahan tahun 1920-an, vaksin telah dikembangkan untuk melawan Dipteri (penyakit yang sering menyebabakan kematian pada anak-anak) dan Pertusis.
Dua tim ahli dipimpin oleh Jonas Salk and Albert Sabin mengembangkan vaksin Polio. Vaksin untuk mencegah Polio, digunakan untuk membunuh virus, dipatenkan pada tahun 1954 dan digunakan untuk kampanye imunisasi. Kurang dari enam tahun, kasus Polio menurun 90%. Tetapi vaksin Salk tidak melengkapi imunisasi secara menyeluruh untuk semua jenis virus Polio. Pada tahun 1961, Sabin telah mengembangkan vaksin oral yang bekerja secara aktif (hidup) berupa virus yang telah dilemahkan, untuk menggantikan imunisasi dengan suntik jenis Salk di Amerika Serikat. Pada tahun 1960-an, vaksin digunakan secara rutin dan tidak menyebabkan kontroversi pada masyarakat dan paramedis, dan vaksin virus aktif (hidup) telah dikembangkan untuk Campak (1963), Rubella/ campak Jerman (1966) dan penyakit Gondong (1968).
Bahaya Serangan DPT (Mary H. Cooper, 1995)
Pada awal tahun 1980-an, wabah infeksi yang membunuh ratusan anak-anak tiap tahun telah mencemaskan orang tua. Sebagian kecil orang tua merasa anaknya menderita akibat vaksin yang diberikan tidak aman bagi anak mereka terutama DPT. Di antara mereka adalah anggota National Vaccine Information Center (NVIC)
Pada tahun 1982. Fisher dan para ibu menemukan kelompok pembela yang tergabung dalam NVIC dan meyakinkan kongres untuk menyediakan vaksin DPT yang aman.
Pada tahun 1991, Fisher mendokumentasikan perkembangan vaksin DPT dalam “A Shot in the Dark” (menyerang dalam kegelapan), dan menerangkan bagaimana lebih banyak racun pertusis menyebabkan banyak masalah, dan mengapa diamankan dan tidak dipasarkan secara luas di Amerika Serikat.
Tidak tahu secara pasti mengapa pemerintah Amerika Serikat menarik vaksin DPT dari pasaran pada tahun 1996 dan merekomendasikan dokter menutup vaksin jenis DTP. Hanya 6-7 persen dari vaksin pertusis di Amerika Serikat masih mengandung DPT. Tetapi itu telah digunakan secara luas di masyarakat dunia ketiga (negara berkembang).
Pada masa pemerintahan Clinton telah diijinkan untuk memperpanjang program vaksinasi untuk masyarakat miskin dan merekomendasikan ijin baru untuk memperbaiki tingkat vaksinasi. Sejak tahun 1994, program vaksinasi telah dijalankan dalam pemerintahan untuk anak-anak miskin secara Cuma-Cuma.
Vaksin
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”. Berasal dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar.
Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.).
Jenis-Jenis Vaksin :
Berdasarkan bahan imun yang digunakan ada dua jenis vaksin, yaitu:
Attenuated whole-agent vaccines
· Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang
· Virus yang telah dilemahkan tersebut dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosis asli, dan berperan sebagai imunisasi ulangan.
· Keefektifan dapat mencapai 95%
· Seringkali tidak memerlukan imunisasi ulangan
· Tidak disarankan untuk pasien kompromis
· Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid
Vaksin hidup terbuat dari virus hidup yang diatenuasikan dengan cara pasase berseri pada biakan sel tertentu atau telur ayam berembrio. Dalam proses ini akumulasi dari mutasi umumnya menyebabkan hilangnya virulensi virus secara progresif bagi inang aslinya. Didalam vaksin mengandung virus hidup yang dapat berkembang biak dan merangsang respon imun tanpa menimbulkan sakit.

Inactivated whole-agent vaccines
· Memakai mikroba yang sudah dibunuh dengan formalin ataupun fenol
· Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid
Vaksin inaktif dihasilkan dengan menghancurkan infektivitasnya sedangkan imunogenitasnya masih dipertahankan dengan cara:
· Fisik misalnya dengan pemanasan, radiasi
· Chemis, dengan bahan kimia fenol, betapropiolakton, formaldehid, etilenimin.
Dengan perlakuan ini virus menjadi inaktif tetapi imunogenitasnya masih ada. Vaksin ini sangat aman karena tidak infeksius, namun diperlukan jumlah yang banyak untuk menimbulkan respon antibodi.
Vaksin sub unit
Vaksin sub unit merupakan vaksin yang dibuat dari komponen virus Teknik yang relatif baru dalam produksi vaksin adalah dengan melakukan kloning dari gen virus melalui rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe.
Vaksin sub unit merupakan vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dari mikroorganisme yang imunogenik secara alamiah misalnya hepatitis B, atau virus yang dipisahkan dengan detergen misalnya influensa.
Vaksin idiotipe
Vaksin idiotipe merupakan vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai antigen. Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.
Vaksin rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli, yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang baik.
Vaksin DNA
Vaksin DNA (naked plasmid DNA) , suatu pendekatan yang relatif baru dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon kedalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan kedalam sel mamalia. Setelah disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya. Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler .
Beberapa kelemahan vaksin DNA bahwa kemungkinan DNA dalam vektor plasmid akan berintegrasi kedalam genom host/inang, kemungkinan akan menginduksi tumor atau menginduksi terbentuknya antibodi terhadap DNA. Selain itu vaksin DNA dapat menginduksi respon imun seluler yang kuat tidak hanya terhadap antigen mikroba melainkan juga terhadap antigen inangnya. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui keamanan vaksin DNA yang efektif terhadap patogen intraseluler.
Imunisasi yang Menumbuhkan Kekebalan
Pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu disebut Vaksinasi. Disebut juga Imunisasi karena vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Sistem kekebalan mengenali partikel vaksin sebagai agen asing, menghancurkannya, dan “mengingat”-nya. Ketika di kemudian hari agen yang virulen menginfeksi tubuh, sistem kekebalan telah siap:
1. Menetralkan bahannya sebelum bisa memasuki sel; dan
2. Mengenali dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum agen ini dapat berbiak.
Imunisasi dibedakan dalam dua jenis, imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Pada imunisasi aktif, tubuh ikut berperan dalam membentuk kekebalan (imunitas). Tubuh seseorang dirangsang untuk membangun pertahanan imunologis terhadap kontak alamiah dengan berbagai penyakit. Sedangkan dalam imunisasi pasif, tubuh tidak dengan sendirinya membentuk kekebalan, tetapi diberikan dalam bentuk antibodi dari luar.
Seseorang yang mempunyai risiko terjangkit penyakit tertentu, diberi antibodi yang spesifik. Umumnya bayi dan anak diberi imunisasi aktif karena imunisasi jenis ini memberi kekebalan yang lebih lama. Sedangkan imunisasi pasif hanya diberikan dalam keadaan sangat mendesak, yakni jika tubuh anak diduga belum mempunyai kekebalan ketika terinfeksi oleh kuman penyakit ganas, seperti tetanus.
Tapi tak jarang pula imunisasi aktif dan pasif diberikan dalam waktu bersamaan. Misalnya, seorang anak yang terserang penyakit tertentu akan memperoleh imunisasi pasif untuk segera menetralisir racun kuman yang beredar. Sedangkan imunisasi aktif diberikan juga untuk mendapatkan kekebalan setelah sembuh dari penyakit tersebut. Kedua jenis imunisasi tersebut juga berbeda dalam segi bahan bakunya. Dalam imunisasi aktif, tubuh diberi sebagian atau seluruh komponen kuman atau suatu bentuk rekayasa kuman sehingga terjadi rangsangan kekebalan tubuh (imunologik) yang menyerupai respon terhadap infeksi alamiah oleh kuman itu. Sedangkan respon dalam tubuh itu sendiri bisa berupa terbentuknya antitoksin (zat anti terhadap racun yang dibuat oleh mikroorganisme) atau bentuk lain yang efeknya menetralisir kuman.
Dalam imunisasi pasif, tubuh diberi antibodi spesifik (sudah siap pakai) yang dapat habis dalam tubuhnya. Beberapa imunisasi dapat membentuk kekebalan tubuh seumur hidup, seperti campak. Namun ada pula bentuk imunisasi yang memberikan kekebalan tubuh dalam jangka waktu tertentu. Misalnya saja, DPT (difteri, pertusis, tetanus) dan polio. Efektivitas suatu imunisasi aktif dapat diukur dengan memeriksa adanya proteksi terhadap suatu penyakit yang dituju. Pemeriksaan imunoglobin sering dipakai untuk pembuktian terjadinya proteksi terhadap penyakit tertentu. Tetapi bukan merupakan jaminan mutlak, karena pada keadaan tertentu kadar imunoglobin tidak dapat digunakan sebagai patokan terjadinya proteksi.Pada dasarnya ada vaksin yang dibuat dari kuman yang dilemahkan atau dimatikan. Kuman yang dimatikan ini tidak dapat berkembang biak (replikasi) dalam tubuh manusia, sehingga untuk merangsang pembentukan antibodi diperlukan dalam jumlah banyak. Selain itu, secara berkala dibutuhkan juga pemberian vaksin ulangan untuk memperkuat antibodi.

Tujuan imunisasi:
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
Manfaat Imunisasi
1. Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
3. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
Sasaran Imunisasi
1. Bayi (0-11 bulan)
2. Ibu hamil (0-8 bulan)
3. Wanita usia subur
4. Anak SD kelas I dan VI
5. Orang yang akan bepergian ke daerah endemic penyakit
Jenis-Jenis Imunisasi

Imunisasi polio
Imunisasi BCG
Imunisasi DPT
Imunisasi DT
Imunisasi TT
Imunisasi Campak
Imunisasi Hib
Imunisasi MMR
Imunisasi Varisella
Imunisasi HBV
Perkembangan Polio Secara Global

posted November 28, 2012 / No Comments
Oleh : Robert Herriman
Penyakit serius dan menular polio telah hilang di Amerika Serikat selama 30 tahun. Polio menyebar di tiga negara dan kadang muncul di negara-negara non-endemik.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Disease Control and Prevention (CDC) menyarankan para wisatawan yang berasal dari negara-negara endemik dan non-endemik untuk segera mendapatkan vaksin polio sebelum melakukan keberangkatan. Hal ini, berdasarkan pemberitahuan traveling dari CDC pada tanggal 19 November.
Beberapa daftar Negara yang perlu mendapatkan vaksin polio sebelum melakukan perjalanan, seperti Afganistan,  Angola, Benin, Burkina Faso, Burrundi,  Republik Afrika Tengah, Chad, Cina, Kongo, India, Iran, Mali, Niger, Nigeria,  Pakistan, Ruanda, Sudan dan Sudan Selatan, Tajikistan, Tanzania, Turkmenistan, Uzbekistan, Uganda serta Zambia.
Secara global,  menurut Global Polio Eradication Initiative, jumlah kasus polio menurun secara signifikan dibandingkan pada tahun 2011.  Pada tanggal 14 November, telah dilaporkan sejumlah 187 kasus polio, menurun dari 520 kasus pada waktu yang sama di tahun 2011. Penurunan jumlah kasus polio ini memberikan harapan pada para ahli bahwa penyakit yang melemahkan ini akhirnya dapat di berantas. Lalu, muncul 182 kasus yang berasal dari 3 negara endemik, yaitu Nigeria (101), Pakistan (54) dan Afganistan (27).  Lima kasus lainnya dilaporkan datang dari satu negara non endemik, yaitu Chad.
Polio  disebabkan oleh virus polio tipe 1, 2 dan 3. Ketiga virus ini merupakan virus paralisis dengan virus polio liar tipe 1 yang paling sering di isolasi dari kasus-kasus paralisis. Infeksi virus ini paling banyak menyebar melalui kotoran. Namun, di tempat-tempat sanitasi yang sangat baik, penularan sekresi tenggorokan masih dapat terjadi.
Polio dikenali pada sekitar 1 persen dari infeksi oleh kekakuan paralisis, sementara lebih dari 90 persen dari infeksi yang tak terlihat. Kelumpuhan poliomyelitis biasanya berbentuk asimetris dan tempat kelumpuhan tergantung pada lokasi kerusakan sel saraf pada tulang belakang atau batang otak. Biasanya kaki lebih sering terserang daripada lengan oleh penyakit ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar