Indonesia Jadi Pusat
Pengembangan Vaksin
Indonesia
diharapkan dapat menjadi pusat peneliti dan pengembangan vaksin. Selain itu,
Indonesia juga dapat berperan sebagai mitra untuk untuk penelitian vaksin baru
bagi Negara berkembang.
Hal itu
dikatakan Corporate Secretary PT Bio Farma (Persero), M. Rahman Roestan di
kantornya di Jln Pasteur Bandung, Kamis(11/10), di sela sela persiapan PT Bio
Farma sebagai tuan rumah pertemuan tahunan ke-13 Developing Countries Vaccine
Manufacturers Network (DVCMN).
Kami
berharap dengan terselenggaraannya acara DCVMN ke-13, Indonesia bias menjadi
mitra untuk Negara-negara berkembang dan Negara islam. Terutama dalam
penelitian dan pengembangan vaksin baru. Pertemuan ini akan dihadiri oleh
lebih dari 37 produsen vaksin dari 14 negara berkembang di dunia, kata Rahman.
Seluruh
produsen vaksin yang berkembang dalam DCVMN memiliki tujuan utama untuk
meningkatkan ketersediaan dan kualitas vaksin yang diproduksi Negara
berkembang. Dengan cara tersebut diharapkan pencapaian masyarakat yang
sehat di Negara berkembang dapat tercapai.
Tujuan dari
pertemuan tersebut untuk memerangi penyebaran penyakit infeksi yang masih
berwabah di beberapa Negara berkembang. Penanggulangan penyebaran
dilakukan dengan peningkatan kapasitas dan kualitas vaksin, ujarnya.
Selain itu,
untuk meningkatkan penelitian dan pengembangan vaksin berkualitas tinggi
secara efektif dalam jangka penjang. Dengan begitu bias memenuhi target
dari program imunisasi nasional bagi Negara berkembang.
Hingga saat
ini, vaksin yang beredar di dunia merupakan hasil produksi beberapa Negara maju
dengan harga mahal. Kondisi ini sulit untuk di jangkau Negara-negara
berkembang, tuturnya.
Negara
berkembang yang tergabung dalam DCVMN berkomitmen memiliki kemandirian
dalam menghasilkan vaksin buatan Negara mereka sendiri dengan harga
terjangkau bagi Negara berkembang lainnya. Cara ini diharapkan bias melepaskan
dari ketergantungan diri Negara- egara maju.
Sejarah Dan Perkembangan
Vaksin
Posted By Admin
Wednesday, 19/10/12:05 AM
Wednesday, 19/10/12:05 AM
Vaksin menerobos dunia modern pertama kali pada tahun 1796, ketika Edward Jenner, seorang
dokter dari Inggris, meneliti seorang pekerja harian yang terkena penyakit
cacar, dengan diimunisasi dengan cacar sapi ringan. Dia mengambil beberapa
cairan dari luka penderita cacar sapi dan menggoreskan di permukaan lengan anak
berusia 8 tahun. Empat pulah delapan (48) hari kemudian Jenner memberi nama
“vaksin” (bahasa latin dari Sapi). Sejak saat itu vaksin mengalami perkembangan
baik dari cara menentukan epitop imunodominan, strategi perbanyakan protein
maupun cara aplikasinya.
Selanjutnya
tahun 1886 Salmon dan Smith di Amerika Serikat telah memperkenalkan macam
vaksin inaktif dengan menggunakan bakteri vibrio cholera yang dimatikan dengan
pemanasan.
Terobosan
baru lainnya datang pada akhir abad 19, ketika Louis Pasteur seorang ahli kimia
dari Perancis, mengembangkan tehnik kimia untuk mengisolasi virus dan
melemahkannya, yang efeknya dapat dipakai sebagai vaksin. Sebelum vaksinasi
memancing kontroversi. Pasteur pertama kali mencatat, memasukkan vaksin rabies
ke tubuh manusia yang mendapat protes keras oleh ahli jiwa dan masyarakat. Dan
Jka Pemikiran Salafi di terapkan dengan
Konskuen, masalah ini juga harus di anggap Bid’ah, sebab Rosulullah telah
mencontohkan Pengobatan, bukankah Ketika Sunnah di Matikan maka Akan tumbuh
sebuah Bid’ah? dan seperti yang sudah terkenal, mereka ini punya konsep Memahami Hadits Tentang Bid’ah sendiri?
Upaya untuk
menggalakkan imunisasi di Inggris yang menurun pada abad tersebut merupakan
kenyataan pahit akibat dari penentangan/protes terhadap imunisasi. Meskipun
Inggris menghadapi resiko serius terhadap penyakit Tipus yang mewabah di medan
perang Boer (Afrika Selatan).
Pada perubahan
jaman ini, peneliti lainnya telah mengembangkan vaksin yang tidak aktif untuk
melawan Tipus, wabah Rabies dan Kolera. Pada pertengahan tahun 1920-an, vaksin
telah dikembangkan untuk melawan Dipteri (penyakit yang sering menyebabakan
kematian pada anak-anak) dan Pertusis.
Dua tim ahli
dipimpin oleh Jonas Salk and Albert Sabin mengembangkan vaksin Polio. Vaksin
untuk mencegah Polio, digunakan untuk membunuh virus, dipatenkan pada tahun
1954 dan digunakan untuk kampanye imunisasi. Kurang dari enam tahun, kasus
Polio menurun 90%. Tetapi vaksin Salk tidak melengkapi imunisasi secara
menyeluruh untuk semua jenis virus Polio. Pada tahun 1961, Sabin telah
mengembangkan vaksin oral yang bekerja secara aktif (hidup) berupa virus yang
telah dilemahkan, untuk menggantikan imunisasi dengan suntik jenis Salk di
Amerika Serikat. Pada tahun 1960-an, vaksin digunakan secara rutin dan tidak
menyebabkan kontroversi pada masyarakat dan paramedis, dan vaksin virus aktif
(hidup) telah dikembangkan untuk Campak (1963), Rubella/ campak Jerman (1966)
dan penyakit Gondong (1968).
Bahaya
Serangan DPT (Mary H. Cooper, 1995)
Pada awal
tahun 1980-an, wabah infeksi yang membunuh ratusan anak-anak tiap tahun telah
mencemaskan orang tua. Sebagian kecil orang tua merasa anaknya menderita akibat
vaksin yang diberikan tidak aman bagi anak mereka terutama DPT. Di antara
mereka adalah anggota National Vaccine Information Center (NVIC)
Pada tahun
1982. Fisher dan para ibu menemukan kelompok pembela yang tergabung dalam NVIC
dan meyakinkan kongres untuk menyediakan vaksin DPT yang aman.
Pada tahun
1991, Fisher mendokumentasikan perkembangan vaksin DPT dalam “A Shot in the
Dark” (menyerang dalam kegelapan), dan menerangkan bagaimana lebih banyak racun
pertusis menyebabkan banyak masalah, dan mengapa diamankan dan tidak dipasarkan
secara luas di Amerika Serikat.
Tidak tahu
secara pasti mengapa pemerintah Amerika Serikat menarik vaksin DPT dari pasaran
pada tahun 1996 dan merekomendasikan dokter menutup vaksin jenis DTP. Hanya 6-7
persen dari vaksin pertusis di Amerika Serikat masih mengandung DPT. Tetapi itu
telah digunakan secara luas di masyarakat dunia ketiga (negara berkembang).
Pada masa
pemerintahan Clinton telah diijinkan untuk memperpanjang program vaksinasi
untuk masyarakat miskin dan merekomendasikan ijin baru untuk memperbaiki
tingkat vaksinasi. Sejak tahun 1994, program vaksinasi telah dijalankan dalam
pemerintahan untuk anak-anak miskin secara Cuma-Cuma.
Vaksin
Vaksin
adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif
terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh
infeksi oleh organisme alami atau “liar”. Berasal dari kata vaccinia, penyebab
infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan
pengaruh kekebalan terhadap cacar.
Vaksin dapat
berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak
menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil
pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.).
Jenis-Jenis
Vaksin :
Berdasarkan
bahan imun yang digunakan ada dua jenis vaksin, yaitu:
Attenuated
whole-agent vaccines
· Mempunyai
kemampuan proteksi jangka panjang
· Virus yang telah dilemahkan tersebut dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosis asli, dan berperan sebagai imunisasi ulangan.
· Keefektifan dapat mencapai 95%
· Seringkali tidak memerlukan imunisasi ulangan
· Tidak disarankan untuk pasien kompromis
· Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid
· Virus yang telah dilemahkan tersebut dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosis asli, dan berperan sebagai imunisasi ulangan.
· Keefektifan dapat mencapai 95%
· Seringkali tidak memerlukan imunisasi ulangan
· Tidak disarankan untuk pasien kompromis
· Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid
Vaksin hidup
terbuat dari virus hidup yang diatenuasikan dengan cara pasase berseri pada
biakan sel tertentu atau telur ayam berembrio. Dalam proses ini akumulasi dari
mutasi umumnya menyebabkan hilangnya virulensi virus secara progresif bagi
inang aslinya. Didalam vaksin mengandung virus hidup yang dapat berkembang biak
dan merangsang respon imun tanpa menimbulkan sakit.
Inactivated
whole-agent vaccines
· Memakai
mikroba yang sudah dibunuh dengan formalin ataupun fenol
· Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid
· Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid
Vaksin
inaktif dihasilkan dengan menghancurkan infektivitasnya sedangkan
imunogenitasnya masih dipertahankan dengan cara:
· Fisik
misalnya dengan pemanasan, radiasi
· Chemis, dengan bahan kimia fenol, betapropiolakton, formaldehid, etilenimin.
· Chemis, dengan bahan kimia fenol, betapropiolakton, formaldehid, etilenimin.
Dengan
perlakuan ini virus menjadi inaktif tetapi imunogenitasnya masih ada. Vaksin
ini sangat aman karena tidak infeksius, namun diperlukan jumlah yang banyak
untuk menimbulkan respon antibodi.
Vaksin sub
unit
Vaksin sub
unit merupakan vaksin yang dibuat dari komponen virus Teknik yang relatif baru
dalam produksi vaksin adalah dengan melakukan kloning dari gen virus melalui
rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe.
Vaksin sub
unit merupakan vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dari mikroorganisme yang
imunogenik secara alamiah misalnya hepatitis B, atau virus yang dipisahkan
dengan detergen misalnya influensa.
Vaksin
idiotipe
Vaksin
idiotipe merupakan vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment
antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B mengandung
asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe yang dapat
bertindak sebagai antigen. Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus
melalui netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.
Vaksin
rekombinan
Vaksin
rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah besar. Gen virus
yang diinginkan diekspresikan dalam sel prokariot atau eukariot. Sistem
ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli, yeast, dan baculovirus. Dengan
teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan
vaksin DNA. Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen
pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai virus
disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin
bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang baik.
Vaksin DNA
Vaksin DNA
(naked plasmid DNA) , suatu pendekatan yang relatif baru dalam teknologi vaksin
yang memiliki potensi dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen
tertentu dari mikroba diklon kedalam suatu plasmid bakteri yang direkayasa
untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan kedalam sel mamalia. Setelah
disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak
berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang
dikodenya. Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang
bersifat imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler .
Beberapa
kelemahan vaksin DNA bahwa kemungkinan DNA dalam vektor plasmid akan
berintegrasi kedalam genom host/inang, kemungkinan akan menginduksi tumor atau
menginduksi terbentuknya antibodi terhadap DNA. Selain itu vaksin DNA dapat
menginduksi respon imun seluler yang kuat tidak hanya terhadap antigen mikroba
melainkan juga terhadap antigen inangnya. Penelitian lebih lanjut masih
diperlukan untuk mengetahui keamanan vaksin DNA yang efektif terhadap patogen
intraseluler.
Imunisasi
yang Menumbuhkan Kekebalan
Pemberian
vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu disebut Vaksinasi. Disebut
juga Imunisasi karena vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau
hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri,
virus, atau toksin. Sistem kekebalan mengenali partikel vaksin sebagai agen
asing, menghancurkannya, dan “mengingat”-nya. Ketika di kemudian hari agen yang
virulen menginfeksi tubuh, sistem kekebalan telah siap:
1.
Menetralkan bahannya sebelum bisa memasuki sel; dan
2. Mengenali
dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum agen ini dapat berbiak.
Imunisasi
dibedakan dalam dua jenis, imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Pada imunisasi
aktif, tubuh ikut berperan dalam membentuk kekebalan (imunitas). Tubuh
seseorang dirangsang untuk membangun pertahanan imunologis terhadap kontak
alamiah dengan berbagai penyakit. Sedangkan dalam imunisasi pasif, tubuh tidak
dengan sendirinya membentuk kekebalan, tetapi diberikan dalam bentuk antibodi
dari luar.
Seseorang
yang mempunyai risiko terjangkit penyakit tertentu, diberi antibodi yang
spesifik. Umumnya bayi dan anak diberi imunisasi aktif karena imunisasi jenis
ini memberi kekebalan yang lebih lama. Sedangkan imunisasi pasif hanya diberikan
dalam keadaan sangat mendesak, yakni jika tubuh anak diduga belum mempunyai
kekebalan ketika terinfeksi oleh kuman penyakit ganas, seperti tetanus.
Tapi tak
jarang pula imunisasi aktif dan pasif diberikan dalam waktu bersamaan.
Misalnya, seorang anak yang terserang penyakit tertentu akan memperoleh
imunisasi pasif untuk segera menetralisir racun kuman yang beredar. Sedangkan
imunisasi aktif diberikan juga untuk mendapatkan kekebalan setelah sembuh dari
penyakit tersebut. Kedua jenis imunisasi tersebut juga berbeda dalam segi bahan
bakunya. Dalam imunisasi aktif, tubuh diberi sebagian atau seluruh komponen
kuman atau suatu bentuk rekayasa kuman sehingga terjadi rangsangan kekebalan
tubuh (imunologik) yang menyerupai respon terhadap infeksi alamiah oleh kuman
itu. Sedangkan respon dalam tubuh itu sendiri bisa berupa terbentuknya
antitoksin (zat anti terhadap racun yang dibuat oleh mikroorganisme) atau
bentuk lain yang efeknya menetralisir kuman.
Dalam
imunisasi pasif, tubuh diberi antibodi spesifik (sudah siap pakai) yang dapat
habis dalam tubuhnya. Beberapa imunisasi dapat membentuk kekebalan tubuh seumur
hidup, seperti campak. Namun ada pula bentuk imunisasi yang memberikan
kekebalan tubuh dalam jangka waktu tertentu. Misalnya saja, DPT (difteri,
pertusis, tetanus) dan polio. Efektivitas suatu imunisasi aktif dapat diukur
dengan memeriksa adanya proteksi terhadap suatu penyakit yang dituju.
Pemeriksaan imunoglobin sering dipakai untuk pembuktian terjadinya proteksi
terhadap penyakit tertentu. Tetapi bukan merupakan jaminan mutlak, karena pada
keadaan tertentu kadar imunoglobin tidak dapat digunakan sebagai patokan
terjadinya proteksi.Pada dasarnya ada vaksin yang dibuat dari kuman yang
dilemahkan atau dimatikan. Kuman yang dimatikan ini tidak dapat berkembang biak
(replikasi) dalam tubuh manusia, sehingga untuk merangsang pembentukan antibodi
diperlukan dalam jumlah banyak. Selain itu, secara berkala dibutuhkan juga
pemberian vaksin ulangan untuk memperkuat antibodi.
Tujuan
imunisasi:
Tujuan dari
diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka
penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
menyebabkan kematian pada penderitanya.
Manfaat
Imunisasi
1. Untuk
Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat
atau kematian.
2. Untuk
Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan
menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
3. Untuk
Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara.
Sasaran
Imunisasi
1. Bayi
(0-11 bulan)
2. Ibu hamil
(0-8 bulan)
3. Wanita
usia subur
4. Anak SD
kelas I dan VI
5. Orang
yang akan bepergian ke daerah endemic penyakit
Jenis-Jenis
Imunisasi
Imunisasi polio
Imunisasi BCG
Imunisasi DPT
Imunisasi DT
Imunisasi TT
Imunisasi Campak
Imunisasi Hib
Imunisasi MMR
Imunisasi Varisella
Imunisasi HBVPerkembangan Polio Secara Global
posted
November 28, 2012 / No Comments
Oleh :
Robert Herriman
Penyakit
serius dan menular polio telah hilang di Amerika Serikat selama 30 tahun. Polio
menyebar di tiga negara dan kadang muncul di negara-negara non-endemik.
Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Disease Control and Prevention
(CDC) menyarankan para wisatawan yang berasal dari negara-negara endemik dan non-endemik
untuk segera mendapatkan vaksin polio sebelum melakukan keberangkatan. Hal ini,
berdasarkan pemberitahuan traveling dari CDC pada tanggal 19 November.
Beberapa
daftar Negara yang perlu mendapatkan vaksin polio sebelum melakukan perjalanan,
seperti Afganistan, Angola, Benin, Burkina Faso, Burrundi, Republik
Afrika Tengah, Chad, Cina, Kongo, India, Iran, Mali, Niger, Nigeria,
Pakistan, Ruanda, Sudan dan Sudan Selatan, Tajikistan, Tanzania, Turkmenistan,
Uzbekistan, Uganda serta Zambia.
Secara global,
menurut Global Polio Eradication Initiative, jumlah kasus polio menurun
secara signifikan dibandingkan pada tahun 2011. Pada tanggal 14 November,
telah dilaporkan sejumlah 187 kasus polio, menurun dari 520 kasus pada waktu
yang sama di tahun 2011. Penurunan jumlah kasus polio ini memberikan harapan
pada para ahli bahwa penyakit yang melemahkan ini akhirnya dapat di berantas.
Lalu, muncul 182 kasus yang berasal dari 3 negara endemik, yaitu Nigeria (101),
Pakistan (54) dan Afganistan (27). Lima kasus lainnya dilaporkan datang
dari satu negara non endemik, yaitu Chad.
Polio
disebabkan oleh virus polio tipe 1, 2 dan 3. Ketiga virus ini merupakan
virus paralisis dengan virus polio liar tipe 1 yang paling sering di isolasi
dari kasus-kasus paralisis. Infeksi virus ini paling banyak menyebar melalui
kotoran. Namun, di tempat-tempat sanitasi yang sangat baik, penularan sekresi
tenggorokan masih dapat terjadi.
Polio
dikenali pada sekitar 1 persen dari infeksi oleh kekakuan paralisis, sementara
lebih dari 90 persen dari infeksi yang tak terlihat. Kelumpuhan poliomyelitis
biasanya berbentuk asimetris dan tempat kelumpuhan tergantung pada lokasi
kerusakan sel saraf pada tulang belakang atau batang otak. Biasanya kaki lebih
sering terserang daripada lengan oleh penyakit ini.